Ada-ada saja ulah manusia yang penuh kebencian di dalam dada, dan kebencian itu bisa nampak di mana-mana, termasuk di dalam tulisan, maupun dalam dunia sosial, politik, ekonomi dan laian-lain. Yang paling nyata terlihat dalam demontrasi juga dalam tulisan, kalau dalam tulisan terlihat dari yang biasa-biasa saja sampai yang siapa saja bisa, dari yang kurang bisa sampai yang berbisa-bisa dan berbusa-busa, dari yang serius sampai yang kurang ajar, dari yang sopan sampai anggota kebun binatangpun disebut, tanpa merasa salah sedikitpun.
Tapi karena kehidupan adalah ibarat taman terbuka, dan siapa saja boleh masuk, maka berbagai jenis pemikiranpun masuk, ada yang sama, ada yang satu ide, ada yang berlawanan bahkan ada yang tak akan bisa dipertemukan satu sama lain, karena latar belakangnya sudah beda dan tak bisa dipaksakan untuk sama! Itulah kehidupan, sebuah taman yang terbuka untuk berbagai aliran pemikiran, dari yang biasa-biasa saja sampai yang berbisa-bisa.
Lalu bagaimana bila dalam kehidupan sehari-hari Anda tiba-tiba “di hantam” habis-habisan dengan kata-kata kasar dan brutal? Apa lagi para politikus yang penuh dengan intrik dan kelicikan, yang benar bisa menjadi salah, karena kalah opini, yang salah menjadi benar, karena lihai berdebat dan seterusnya. Kasus-kasus seperti terlihat nyata dalam pengadilan dan terlihat jelas pada saat kampanye Pilpres, Pilkada atau Pileg.
Banyak cara untuk menghadapi kebencian semacam itu, antara lain:
1. Sabar, inilah yang kata yang paling ampuh menghadapi berbagai ulah, orang-orang yang tak seide atau bahkan bertentangan atau berlawanan, bahkan bisa jadi seperti ” benalu” di sebuah pohon, kemana orang yang dibencinya bergerak, orang ini akan mengikutinya dan membuat komen yang bisa saja menjengkelkannya, karena memang itu tujuannya. Orang seperti ini sengaja membuat marah, hobinya yang “menghantam” pihak lain. Begitu juga yang terjadi di kantor, di lingkungan tetangga dan lain sebagainya, ada saja orang yang “menghantam” orang lain karena beda aliran, paham, partai politik dan lain sebagainya, baik dilakukan terang-terangan maupun diam-diam. Bahkan bila yang dibenci adalah musuh politiknya, maka racunpun bicara!
2. Tidak membalasnya dengan kata-kata yang kasar pula, kalau terjadi, maka “pancingan”nya berhasil! Karena orang yang membalas kekasaran dengan kekasaran, kejahatan dengan kejahatan, ibarat api ditambah api, maka akan semakin merajalela dan “kebakaran” akan semakin meluas. Sipat api yang panas, bukan dilawan dengan panas pula, tapi dengan lawannya, yaitu air yang dingin. Api di balas dengan air, panas di balas dengan dingin, kekerasan di balas dengan kelembutan dan caci maki dibalas dengan doa!
3. Santai saja, kritikan atau hantaman yang begitu keras, biasanya membuat ketabahan dan kesabaran semakin tinggi, ibarat baja yang di pukul palu, bertalu-talu, semakin di hantam semakin kuat. Atau ibarat pedang yang sangat tajam, awalnya adalah besi baja yang dipanaskan atau dibakar dengn suhu yang tinggi dan ditempa sedemikian rupa, pada sat yang tepat, besi baja tadi dibentuk dan jadilah pedang yang tajam! Jadi, tak setiap hantaman itu buruk, tak setiap kritikan menjatuhkan dan tak setiap yang hitam itu lumpur, bahkan bisa jadi emas hitam atau minyak! Itulah pentingnya berpikir postitif pada setiap apapun yang menimpa.
Kebencian pada sesama menimbulkana kehancuran yang sama di mana-mana.
4. Kritikan setajam apapun tak membuat kiamat! Apapun bentuknya kritikan itulah adalah pupuk yang sangat subur untuk sebuah tanaman. Ibarat pohon, suburnya justru ketika diberikan pupuk dan pupuk yang terbaik adalah kotoran, yang disebut pupuk kandang. Jadi tak setiap yang kotor itu buruk dan sebaliknya tak setiap yang kelihatan tenang itu baik, bisa saja menghanyutkan. Dunia tak akan sempurna tanpa adanya perbaikan, perbaikan tak akan terjadi tanpa kritikan, dan kritikan tak bermanfaat bila disampaikan dengan cara yang salah dan dengan situasi dan kondisi yang tak memungkinkan.
5. Musuhmu adalah “kawan” setia yang sangat jujur. Hanya musuhlah yang dengan terang-terangan mengatakan kelemahan-kelemahan Anda, hanya musuhlah yang berani dengan terang-terangan mengatakan kekurangan, keburukan, kesalahan Anda dan itu tak tanggung-tanggung, terkadang dilakukan di depan orang lain, bahkan di depan umum! Sakit memang rasanya, tapi dibalik itu terungkaplah apa-apa yang selama ini ditutupi oleh kawan-kawan Anda, oh ternyata Anda banyak salahanya, banyak kekurangannya, banyak keuburukannnya dan lain sebagainya. Dengan demikian Anda jadi intropeksi diri, “oh Saya itu begitu toh!” Sambil berguman dan manggut-manggut.
6. Tak semua manusia itu baik pada Anda dan tak semua manusia itu jahat pada Anda. Jadi, ketika begitu banyak pujian yang Anda dapatkan dari orang-orang disekeliling Anda, jangan lupa, ada orang-orang yang tak suka pada Anda dengan alasan masing-masing, dengan demikian Anda tak bisa sombong karenanya. Namun ketika begitu banyak hinaan, caci maki dan lain sebagainya yang sipat buruk Anda terima dari orang-orang disekeliling Anda, jangan lupa banyak orang yang menyintai dan menyayangi Anda, bisa keluarga, saudara, teman atau sahabat, dengan demikian Anda tak rendah diri, Anda masih punya harapan.
7. Maafkan orang lain sebelum diminta, bisa saja orang itu mencaci maki atau menghina Anda, karena orang itu tak tahu siapa Anda yang sebenarnya. “Maafkan orang yeng membencimu“, begitu orang bijak berkata, bahkan “doakan orang yang melempari batu ke arah Anda“. Seperti pohon yang sedang berbuah lebat, ketika dilempari batu, pohoon tadi memberikan buah yang ranum, yang siap untuk Anda makan. Wah tak bisa begitu, masa dilempari batu bukan di balas dengan batu, boleh saja, silahkan, namun bukankah keduanya akan semakin parah dan berdarah-darah, lalu bagaimana perdamaian akan terwujud, kalau batu di balas dengan batu, pedang dibalas dengan pedang, dan darah di balas dengan darah? Bukankah memaafkan itu lebih baik, dengan demikian tak ada yang tersakiti bila maaf sudah diberikan.
Kebencian memang penyakit yang ada di dalam hati, makanya sering diebut penyakit hati. Namun bila kebencian ini muncul di arena politik, pihak lawan adalah sasaran utamanya, sehingga yang sering terjadi adalah ketidakadilan. Lawan yang punya ide benar dan cerdas, bisa saja “dihajar” habis-habisan dengan berbagai cara. Makanya yang sering muncul sebagai pemenang bukan orang yang benar dan jujur, tapi justru orang yang penuh tipu muslihat, memang tidak semua demikian. Ada yang menang karena pendekatannya yang bagus dan menyejukan, bukan asal menang, tapi penuh dengan kearifan dan kelembutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar