Sajianberita - Dokter yang dipenjara 33 tahun di Pakistan atas tuduhan pengkhianat negara meminta US$10.000 atau setara Rp931 juta kepada CIA untuk menggelar kampanye vaksinasi palsu. Dia juga mengaku tidak tahu menahu bahwa target CIA kala itu adalah Osama bin Laden.
Diberitakan Telegraph, pengakuan ini disampaikan Shakil Afridi kepada polisi yang menginterogasinya di penjara Peshawar. Menurut transkrip interogasi yang diterima Shaukat Qadir, seorang mantan brigadir polisi, Afridi diminta CIA untuk melakukan kampanye vaksinasi palsu di dua wilayah di Pakistan, salah satunya kota Abbottabad, persembunyian Osama.
Kampanye vaksinasi ini dimaksudkan untuk mendapatkan sampel DNA dari keluarga Osama, untuk memastikan keberadaannya di sebuah villa di kota tersebut. Ketika diminta untuk fokus ke satu rumah, kepada seorang agen CIA bernama Peter melalui telepon satelit, Afridi meminta tambahan bayaran menjadi US$10.000.
"Dia tahu CIA mencari seseorang. Ketika sampai di sebuah rumah, Afridi meminta uang lebih, dan langsung dibayar. Dia tahu incaran mereka adalah orang penting, tapi tidak pernah diberi tahu bahwa yang dicari adalah bin Laden," kata Qadir.
Beberapa hari kemudian, pada 2 Mei, rumah itu diserbu pasukan khusus NAVY SEAL dan Osama bin Laden terbunuh. Penyerangan ini mendapatkan kecaman dari pemerintah Pakistan, karena AS dinilai melanggar kedaulatan negara.
Afridi diadili dengan sistem adat dan divonis 33 tahun atas dakwaan pengkhianatan. Jika saja dia diadili menggunakan sistem nasional Pakistan, maka dapat dipastikan nyawanya melayang.
Dia ditahan seorang diri di sebuah sel di penjara Peshawar, barat laut Pakistan. "Dia dijauhkan dari tahanan lainnya demi keselamatan nyawanya," kata Samad Khan, petugas penjara.
Amerika Serikat mengkritik penahanan Afridi. Menurut AS, Afridi bukanlah pengkhianat, justru dia adalah pahlawan. Sebagai bentuk protes, AS mengurangi bantuan ke Pakistan hingga US$33 juta yang dipotong secara bertahap. (umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar