Ini bukan dongeng. Tapi kejadian nyata yang terjadi sejak dulu kala.
Sejumlah kisah tentang pesan-pesan yang dimasukkan ke dalam botol dan
dihanyutkan ke lautan. Sebuah cara pengiriman pesan yang tetap dikenang
dalam sejarah manusia.
Pesan dalam botol (message in the bottle) adalah suatu bentuk komunikasi “kuno”. Caranya dengan menempatkan sebuah surat atau pesan singkat di dalam sebuah tabung kedap air (bisa drum, botol kaca, botol plastik atau kontainer khusus) dan dihanyutkan ke laut atau samudera. Biasanya pesan tersebut tidak ditujukan kepada alamat tertentu, karena sifatnya yang memang bisa mencapai wilayah mana saja tergantung arus laut. Karena itu, penggunaan pesan dalam botol biasanya dilakukan dalam keadaan darurat seperti pesan permintaan tolong yang dilakukan kapal tenggelam, kapal rusak, atau orang yang terdampar di pulau terpencil.
Namun karena ketidakefektifan dan terkesan “untung-untungan”, pengiriman pesan dalam botol ini pun akhirnya tidak termasuk dalam sistem pengiriman pesan formal. Namun masih banyak orang hingga kini yang memakainya sebagai bagian dari hiburan, kesenangan dan permainan. Bahkan istilah pesan dalam botol juga sudah mengalami perubahan makna. Bukan lagi pesan yang benar-benar disimpan dalam botol, tapi sudah mengandung frase (pengertian) mengenai sebuah pesan yang disampaikan lewat media, khusus dengan target tak terarah.
Botol memang sebuah wadah yang tepat untuk kondisi lautan. Sifat bahan pembuatnya yang dari kaca, menyebabkan botol tidak terkena erosi air, kerusakan akibat air asin dan sangat sulit diurai. Selain itu, botol tertutup rapat akan kedap air dan berisi udara di dalamnya yang memungkinkan terapung dalam waktu lama. Karena sifatnya yang mengapung, botol akan mengikuti arah angin dan arus laut, hingga berhenti saat terhempar ke pantai dan daratan.
Dalam sejarah, catatan pertama penggunaan pesan dalam botol telah dilakukan pada tahun 310 SM oleh filsuf Yunani kuno Theophrastus, sebagai bagian dari eksperimen arus laut untuk memperlihatkan bahwa Laut Mediterania adalah satu aliran dengan Samudera Atlantik.
Lalu catatan lain juga membukukan bahwa Christopher Colombus (1451-1506) sang penjelajah dan penemu Benua Amerika (New World) menggunakan pesan dalam botol saat armada kapalnya dihantam sejumlah badai lautan. Ia memasukkan laporan singkat catatan perjalanannya dan pesan khusus untuk Ratu Spanyol ke dalam sebuah drum, lalu melemparkannya ke laut. Ia berharap agar pesan itu bisa diterima, walaupun ia tak selamat dari amukan badai.
Lantas di abad 16, Angkatan Laut Inggris menggunakan pesan dalam botol untuk memberi informasi kepada sesama armada kapal Inggris. Pesan itu memuat informasi intelijen penting mengenai posisi musuh dan keadaan perairan. Namun karena seringkali nelayan menemukan botol pesan itu lalu membukanya, pesan intelijen pun bocor.
Ratu Elizabeth I yang murka karena data intelijen sering dibuka dan akhirnya diketahui publik, kemudian menetapkan aturan khusus bahwa pesan dalam botol milik Angkatan Laut Inggris dan Kerajan Inggris tidak boleh dibuka sembarangan, kecuali oleh pejabat khusus pembuka pesan kerajaan “Uncorker of Ocean Bottles”. Pelanggaran terhadap perintah ini diancam hukuman mati.
Penggunaan pesan dalam botol dalam catatan paling modern dilakukan oleh “manusia perahu” pada Mei 2005. Sejumlah 88 perahu kaum migran ini diselamatkan dari lepas pantai Costa Rica setelah otoritas terdekat menemukan pesan dalam botol dari sebuah kapal nelayan yang merapat. Pesan dalam botol itu ternyata diikatkan oleh konvoi kapal-kapal pengungsi itu ke sebuah kapal nelayan yang melintas di dekat mereka. Isinya pesan singkat SOS memohon mereka diselamatkan.
Romantisme Pesan Dalam Botol
Ada satu kisah romantis yang tetap dikenang tentang pesan dalam botol. Kisah tentang sepasang anak manusia yang mulanya terpisah ribuan mil oleh lautan, namun akhirnya bersatu dalam ikatan cinta sejati. Perjodohan yang dibawa sebuah pesan dalam botol.
Adalah Ake Viking, seorang pelaut Swedia yang merasa sangat kesepian. Ia bekerja di sebuah kapal pesiar yang senantiasa mengarungi belahan dunia. Karena pekerjaannya di atas kapal, ia tak sempat bersosialisasi dengan kehidupan di daratan.
Pada tahun 1956, ia mencurahkan kerinduannya dalam sebuah surat. Dalam pesannya ia berharap akan menemukan seorang gadis pujaan hati untuk dipersunting sebagai istrinya. Ia meminta siapa saja wanita muda yang menemukan pesan itu agar membalas suratnya. Dengan untung-untungan pun ia memasukkan pesan itu ke dalam sebuah botol anggur bekas dan melemparnya ke tengah lautan.
Berbulan-bulan kemudian, seorang nelayan tua di Sisilia (Itali) menemukan pesan itu tersangkut di jalanya. Ia kemudian membuka botol itu dan membaca surat di dalamnya. Si nelayan membawa pulang pesan dalam botol itu dan dengan bercanda menunjukkan surat tersebut kepada putrinya, Paolina. Tergelitik keisengan dan rasa penasaran serta merasa bahwa ini semacam permainan yang mengasyikkan, Paolina membalas surat tersebut ke alamat perusahan kapal pesiar tersebut.
Dalam bulan-bulan berikutnya suratnya berbalas, Ake Viking dan Paolina kemudian terlibat intens dalam surat menyurat tanpa pernah bertemu. Obrolan korespondensi menjurus hal-hal romantis dan hubungan mereka semakin menghangat.
Dua tahun kemudian, Ake Viking mengambil cuti mengunjungi Paolina di Sisilia. Jodoh pun terpaut dan Ake Viking berjanji untuk kembali lagi. Pada musim gugur 1958, Ake Viking kembali ke Sisilia dan melamar Paolina pada pertemuan kedua mereka. Kedua sejoli ini pun akhirnya menikah di tahun itu juga. Wah!
Kisah-kisah Pesan Dalam Botol
Banyak fakta yang berhubungan erat dengan pesan dalam botol. Kisahnya berbau sains, misteri dan romantisme… namun memang sarat nuansa humanis. Hanya berawal dari sebuah pesan dalam botol!
Satu kisah nyata memilukan yang misterius berasal dari catatan Chunosuke Matsuyama. Ia adalah seorang pelaut Jepang yang menjadi korban kapal karam bersama 44 krunya di tahun 1784. Dalam pelayaran, kapal mereka dihantam badai dan karam di lautan Pasifik. Matsuyama dan sejumlah krunya yang selamat terdampar di sebuah pulau karang terpencil di Pasifik.
Setengah putus asa melihat rekannya satu persatu tewas kelaparan, Matsuyama menuliskan tragedi yang menimpa mereka di atas sebuah kulit kayu lalu memasukkannya ke sebuah botol. Setelah menyegel botol agar kedap air, ia melemparkannya ke lautan.
Kira-kira 150 tahun kemudian di tahun 1934, pesan dalam botol yang dituliskan Matsuyama tersapu ombak dan mendarat di pantai berpasir di desa kelahirannya. Tak ada penjelasan yang bisa menjawab bagaimana pesan itu bisa sampai di desa kelahiran Matsuyama?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar