Kamis, 12 April 2012

Ancaman Perlambatan Ekonomi Pada China dan India


Perekonomian China rupanya masih belum terbilang memiliki kondisi yang aman dari penurunan indikator perekonomian. Laporan surplus neraca perdagangan yang terjadi pada kuartal terakhir tahun lalu sebesar 7% rupanya tidak memberikan situasi yang menguntungkan bagi perekonomian China menurut IMF.


Jelang rapat IMF yang akan dilangsungkan 17 April mendatang, lembaga tersebut menyatakan bahwa surplus neraca perdagangan yang dirilis oleh pemerintah China belum menjamin positifnya prospek perekonomian negara tersebut dalam setahun terakhir yang diprediksi akan mengalami perlambatan. Menurut juru bicara dari IMF, William Murray, ia menyatakan bahwa dalam jangka menengah kondisi perekonomian China akan menemukan sebuah “batu sandungan” terkait dengan adanya ancaman kenaikan inflasi dan buble pada sektor properti.

Murray juga menjelaskan bahwa kondisi surplus neraca perdagangan yang terjadi saat ini masih rawan mengalami kondisi yang volatile. Serangan kenaikan barang-barang impor diprediksi akan meningkat. Tingginya daya beli dan konsumsi masyarakat China diprediksi akan mengalami penurunan akibat terkanan mikroekonomi yang ada di China. Sedangkan pada sektor produksi mengalami kesulitan akibat naiknya harga bahan baku dan energi.

Disaat yang bersamaan, Murray juga menyinggung bahwa penurunan impor minyak mentah China sebesar 6% untuk bulan Maret yang lalu membuktikan bahwa kebutuhan mengenai energi semakin dikontrol. Prediksi mengenai bertambahnya persediaan cadangan minyak mentah di China masih mungkin terjadi mengingat jumlah impor telah mengalami penurunan. Ia juga menjelaskan bahwa investor harus waspada mengingat kondisi perekonomian Eropa yang notabene merupakan tujuan ekspor barang-barang China kembali dihadapkan pada situasi krisis menyusul perekonomian Spanyol diprediksi akan mengalami tekanan seperti yang terjadi pada Yunani.

Ekonomi India Juga Diprediksi Melamban

Disaat yang bersamaan, Asian Development Bank mengeluarkan prediksinya terhadap perekonomian India yang diprediksi akan melamban ke level terendah sejak tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi India untuk kuartal pertama diprediksi akan sebesar 7% atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal terakhir tahun lalu yang sebesar 8,3%. Melemahnya perekonomian global, tak terkecuali pada ekonomi Eropa memberikan dampak yang tidak menguntungkan pada perekonomian negara tersebut.

Serangan kenaikan tingkat inflasi dan pelemahan nilai tukar rupee terhadap dollar memberikan tekanan yang cukup berarti. Pada bulan Februari yang lalu, tingkat inflasi tercatat sebesar 6,95%. Sedangkan tingkat suku bunga acua Bank Sentral India mencapai 8,5%. Menurut ADB, tingkat inflasi akan menjadi perhatian khusus bagi pemerintah jika ingin menjaga stabilitas perekonomian. Prediksi rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5% merupakan level yang cukup logis untuk tahun ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar